Laman

Tiap Tahun 4 Juta Hektare Hutan Rusak


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasaran penelitian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sampai tahun 2010, kerusakan hutan kita mencapai 4 juta hektare per tahun. Angka ini jauh lebih besar dari yang dirilis oleh pemerintah.
Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi mengatakan bahwa jumlah kerusakan hutan yang sebenarnya jauh lebih besar dari yang disebut oleh Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, ataupun pemangku kepentingan lainnya.
"Kerusakan terbesar sebenarnya adalah kesalahan pemerintah dengan memberikan kemudahan dalam mengeluarkan izin pinjam pakai untuk kepentingan bisnis pertambangan dan perkebunan," ujar Zenzi kepada KONTAN, Minggu (4/11) 
Ia mengatakan, pemerintah cenderung terpaku pada konsep melindungi kawasan hutan, bukan melindungi ekologi yang ada di dalam hutan. "Padahal fungsi ekologi dalam hutan sangat penting, jika ekologi itu rusak, praktis hutan itupun rusak," tegasnya.
Ia melanjutkan bahwa proyek-proyek rehabilitasi hutan yang selama ini didengungkan pemerintah tak pernah terealisasi. 
Berdasarkan catatan Walhi, pada awal tahun 2012, Kementerian Kehutanan sudah mengeluarkan izin prinsip dan pinjam pakai terhadap 1.156 ijin pertambangan yang tumpang tindih dan bersinggungan dengan kawasan hutan seluas 2,3 juta hektare. 
Sebelumnya, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Kajian Hukum dan Penegakan Hukum Satgas Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+)  Mas Ahmad Santosa mengungkapkan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 498.000 hektare hutan setiap tahun sejak tahun 2000-2010. 
Menurutnya jumlah itu sama dengan, setiap enam hari hutan yang rusak seluas kawasan Manhatan di New York, "Atau jika lebih ekstrim lagi, setiap dua detik, hutan kita rusak seluas lapangan tenis," ujarnya
Untuk meminimalisir kerusakan hutan itu, ia bilang bahwa Satgas REDD+ telah mengedepankan penegakan hukum terutama di sembilan provinsi yang memiliki hutan yang cukup luas.
"Biasanya jika wilayah hutan luas, maka kerusakannya tinggi," ujarnya akhir pekan lalu.
Sembilan provinsi itu adalah Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat.
Ia menegaskan, penegakan hukum harus disertai tata kelola izin dengan Pemerintah Provinsi dan dinas kehutanan daerah. Salah satunya dengan mengaudit izin hutan untuk  perkebunan dan pertambangan.
Sanksi tegas menurutnya sudah diterapkan. Selain pidana, ada sanksi administratif berupa pencabutan izin merupakan pardigma baru dalam penegakan hukum di bidang kehutanan.
"Gubernur bisa mencabut izin pelaku usaha kehutanan karena ketidakmampuannya menjaga ekosistem hutan," katanya